BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG
Keragaman budaya atau “cultural
diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya
di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam
konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa,
masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat
kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok
sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang
dimana mereka tinggal tersebar dipulau-pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami
wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian
hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga
berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat
di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga
menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga
berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung
perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama
tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan
tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak
saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya
dalam konteks peradaban, tradisional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai
potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara
sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah
dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Interaksi antar
kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok sukubangsa yang berbeda,
namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya kapal-kapal
Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia
pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar
pedagang gujarat dan pesisir Jawa juga memberikan arti yang penting dalam
membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia.
Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas
bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa
Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah
singgungan antar peradaban itu.
BAB II
KEBUDAYAAN
2.1. PENGERTIAN
KEBUDAYAAN
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan
demikian kebudayaan di artikan sebagai hal hal yang bersangkutan dengan budi
dan akal. Kata kebudayaan dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan
istilah culture. Dalam bahasa Belanda disebut cultuur.
Kedua bahasa ini di ambil dari bahasa latin colore yg berarti
mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah. Dengan demikian culture
atau cultuur diartikan sebagai segala kegiatan manusia untuk
mengolah dan mengubah alam.
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan
yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional
menurut ''TAP MPR No II Tahun 1998'', yakni: Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah
perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa
Indonesia dan
merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat
dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna
pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan
demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.
2.2. KARAKTERISTIK
BUDAYA
Budaya memiliki sifat universal, artinya terdapat sifat-sifat umum
yang melekat pada setiap budaya, kapanpun dan dimanapun budaya itu berada.
Adapun sifat budaya adalah:
a.
kebudayaan
adalah milik bersama
b.
kebudayaan
merupakan hasil belajar
c.
kebudayaan
didasarkan pada lambang
d.
kebudayaan
terintegrasi
e.
kebudayaan
dapat disesuaikan
f.
kebudayaan
selalu berubah
g.
kebudayaan
bersifat nisbi (relatif)
Dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku (pattern of behavior) yang merupakan
cara-cara masyarakat bertindak atau berperilaku yang harus diikuti oleh semua
anggota masyarakat tersebut.
Adapun
subtansi atau isi utama budaya adalah:
a. Sistem pengetahuan, berisi pengetahuan tentang
alam sekitar, flora dan fauna sekitar tempat tinggal, zat-zat bahan mentah dan
benda-benda dalam lingkungannya, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku
sesama manusia serta ruang dan waktu.
b. Sistem nilai budaya, adalah sesuatu yang dianggap
bernilai dalam hidup.
c. Kepercayaan, inti kepercayaan itu adalah usaha
untuk tetap memelihara hubungan dengan mereka yang sudah meninggal.
d. Persepsi, yaitu cara pandang dari individu atau
kelompok masyarakat tentang suatu permasalahan.
e. Pandangan hidup, yaitu nilai-nilai yang dipilih
secara selektif oleh masyarakat. Pandangan hidup dapat berasal dari norma
agama, ideologi negara atau renungan atau falsafah hidup individu.
f. Etos budaya, yaitu watak khas dari suatu budaya
yang tampak dari luar.
2.3. UNSUR-UNSUR
KEBUDAYAAN
Menurut Bronislaw Malinowski, unsur-unsur kebudayaan meliputi: (1)
Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara anggota masyarakat; (2)
Organisasi ekonomi; (3) Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan seperti
keluarga dan (4) Organisasi kekuatan (politik). Sedangkan, Clyde Kluckhohn
menyebutkan terdapat 7 unsur kebudayaan, yakni sebagai berikut:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
Peralatan dan perlengkapatan hidup berkaitan dengan
benda-benda yang dipakai manusia untuk memenuhi segala kebutuhan antara lain:
·
Alat
produksi
·
Senjata
·
Wadah/
alat/ piranti
·
Makanan
dan minuman
·
Pakaian
dan perhiasan
·
Tempat
berlindung dan perumahan
·
Alat
transportasi
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
·
Berburu
dan meramu
·
Beternak
·
Bertani
·
Menangkap
ikan
·
Berdagang
, dll.
3. Sistem kemasyarakatan
a. Sistem kekerabatan
§
Keluarga
ambilineal kecil (±25-30 orang)
§
Keluarga
ambilineal besar (beberapa generasi yang turun temurun dengan jumlah warganya
mencapai ratusan orang)
§
Klen
(clan) kecil (suatu bentuk kelompok kekerabatan di mana satu dengan lainnya
terikat melalui garis-garis keturunan laki-laki/ perempuan saja)
§
Klen
(clan) besar (semua keturunan seorang nenek moyang baik laki-laki/ perempuan)
§
Fratri
(kelompok-kelompok kekerabatan yang patrilineal/ matrilineal, sifatnya lokal
dan merupakan gabungan dari kelompok klen setempat baik besar/ kecil)
§
Paroh
masyarakat (moeity) (kelompok kekerabatan gabungan klen seperti fratri tetapi
selalu merupakan separoh dari suatu masyarakat.
b. Organisasi sosial, bidang-bidangnya antara lain:
§
Pendidikan
§
Kesejahteraan
sosial
§
Kesehatan
§
Keadilan
4. Bahasa
·
Fungsi
bahasa secara umum:
§
Alat
berekspresi
§
Alat
komunikasi
§
Alat
untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
·
Fungsi
bahasa secara khusus:
§
Mengadakan
hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis)
§
Mewujudkan
seni (fungsi artistik)
§
Mempelajari
naskah-naskah kuno (fungsi filosofis)
§
Usaha
mengekploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi
5. Kesenian (nilai keindahan/ estetika)
Ada 2 (dua) lapangan besar kesenian dilihat dari
sudut cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia menikmati keindahan:
·
Seni
rupa (kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata (visual)
·
Seni
suara (kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga/ di dengar)
6. Sistem pengetahuan
Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di
dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, logika
atau percobaan-percobaan. Sistem pengetahuan masyarakat secara umum
dikelompokkan atas:
·
Pengetahuan
tentang alam
·
Pengetahuan
tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan
·
Pengetahuan
tentang tubuh manusia
·
Pengetahuan
tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
·
Pengetahuan
tentang ruang dan waktu
7. Sistem kepercayaan (religi)
Sistem kepercayaan berkaitan dengan keyakinan
akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini yang mengatur segala
sesuatunya. Keyakinan ini kemudian diformulasikan dalam serangkaian tata nilai
atau norma, perilaku dan tata cara berhubungan dengan penguasa tertinggi.
2.4.
FAKTOR PENYEBAB KERAGAMAN BUDAYA
Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di
lebih dari 13 ribu pulau. Setiap suku bangsa memiliki identitas sosial,
politik, dan budaya yang berbeda-beda, seperti bahasa yang berbeda, adat
istiadat serta tradisi, sistem kepercayaan, dan sebagainya.
Faktor penyebab
keragaman budaya di Indonesia antara lain:
1.
Keragaman
suku bangsa
Dari ilmu antropologi diketahui
bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, Cina Selatan. Antara
tahun 3.000 – 500 SM Indonesia telah dihuni oleh penduduk migran submongoloid
dari Asia yang kemudian bercampur dengan penduduk indigenous/ pribumi dan
indo-arian dari Asia Selatan. Klasifikasi suku di Indonesia menurut Van
Vollenhoven yang membagi Indonesia ke dalam 19 daerah suku bangsa, yaitu:
1.
Aceh
2.
Gayo-alas
dan Batak
3.
Nias
dan Batu
4.
Minangkabau,
Mentawai
5.
Sumatra
Selatan, Melayu
6.
Bangka
dan Belitung
7.
Kalimantan,
Minahasa
8.
Sangir-Talaud
9.
Gorontalo
10. Toraja, Sulawesi Selatan
11. Ternate
12. Ambon
13. Kepulauan Barat Daya
14. Irian
15. Timor
16. Bali dan Lombok
17. Tengah dan
Jawa Timur
18. Surakarta dan Yogyakarta
19. Jawa Barat
2. Keragaman bahasa
Indonesia termasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia (Australia-Asia). Gorys Keraf membagi rumpun bahasa ini ke dalam
sub rumpun:
1. Bahasa-bahasa Austronesia Barat atau
Bahasa-bahasa Indonesia/ Melayu yang meliputi:
§
Bahasa-bahasa
Hesperonesia (Indonesia Barat) yang meliputi: bahasa Minahasa, Aceh, gayo,
Batak, Minangkabau, Melayu, Melayu Tengah, Lampung, Nias, Mentawai, Jawa,
Sunda, Madura, Dayak, Bali Sasak, Gorontalo, Toraja, Bugis-Makasar, Bima,
Manggarai, Sumba, Sabu.
§
Bahasa-bahasa
Indonesia Timur yang meliputi: bahasa Timor-Ambon, Sula Bacan, Halmahera
Selatan-Irian Barat.
2.
Bahasa-bahasa
Austronesia Timur atau Polinesia yang meliputi:
§
Bahasa-bahasa
Melanesia (Melanesia dan Pantai Timur Irian). Melanesia (dari bahasa Yunani "pulau
hitam") adalah sebuah wilayah yang memanjang dari Pasifik barat
sampai ke Laut Arafura, utara dan timur laut Australia.
§
Bahasa-bahasa
Heonesia (Bahasa Polinesia dan Mokronesia)
3. Keragaman Kepercayaan
Indonesia memiliki keragaman
agama atau kepercayaan. Di Indonesia terdapat enam agama yang diakui secara
resmi oleh negara yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Selain itu berkembang pula kepercayaan-kepercayaan lain di massyarakat.
4. Keragaman seni dan budaya
Suku bangsa yang beragam di Indonesia tentu
menghasilkan kebudayaan yang beragam pula. Wujud keragaman seni dan budaya
adalah kesenian, baik seni sastra, seni tari, seni musik, seni drama, seni rupa
dan sebagainya.
Suku bangsa di Indonesia juga mempunyai hasil
karya seni dalam bentuk benda. Karya seni yang dihasilkan oleh seniman-seniman
dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, antara lain seni lukis, seni
pahat, seni ukir, patung, batik, anyaman, dan lain-lain. Benda-benda karya seni
yang terkenal, antara lain ukiran Bali dan Jepara, Patung Asmat dan
patung-patung Bali, anyaman dari suku-suku Dayak di Kalimantan, dan lain-lain.
2.5.
WUJUD KEBUDAYAAN DAERAH
Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap daerah memilki ciri
khas kebudayaan yang berbeda. Berikut ini beberapa kebudayaan Indonesia
berdasarkan jenisnya:
1. Rumah adat
o
Laikas
o
Marapule
o
Songket
o
Wuyang
3. Tarian
Setiap suku bangsa di
Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri. Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian
asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh
pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.
Untuk keperluan
penggolongan, seni tari di Indonesia dapat digolongkan ke dalam berbagai
kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga
era: era kesukuan prasejarah, era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat
terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat
kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok;
tari tradisional dan tari kontemporer.
4. Lagu
Lagu daerah atau musik
daerah atau lagu kedaerahan adalah lagu atau musik yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah tersebut maupun
rakyat lainnya. Pada umumnya pencipta lagu daerah ini tidak diketahui lagi
alias noname.
Lagu kedaerahan mirip
dengan lagu
kebangsaan, namun statusnya hanya bersifat kedaerahan saja. Lagu
kedaerahan biasanya memiliki lirik sesuai dengan bahasa daerahnya masing-masing
seperti Manuk
Dadali dari Jawa Barat dan Rasa Sayange dari Maluku.
Selain lagu daerah,
Indonesia juga memiliki beberapa lagu nasional atau lagu patriotik yang
dijadikan sebagai lagu penyemangat bagi para pejuang pada masa perang
kemerdekaan.
Perbedaan antara lagu
kebangsaan dengan lagu patriotik adalah bahwa lagu kebangsaan ditetapkan secara
resmi menjadi simbol suatu bangsa. Selain itu, lagu kebangsaan biasanya
merupakan satu-satunya lagu resmi suatu negara atau daerah yang menjadi ciri
khasnya. Lagu Kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya yang diciptakan
oleh Wage Rudolf Soepratman.
5. Musik
Identitas musik Indonesia
mulai terbentuk ketika budaya Zaman
Perunggu bermigrasi ke Nusantara pada
abad ketiga dan kedua Sebelum Masehi. Musik-musik suku tradisional Indonesia umumnya
menggunakan instrumen perkusi, terutama gendang dan gong. Beberapa berkembang menjadi musik yang rumit
dan berbeda-beda, seperti alat musik petik sasando dari Pulau
Rote, angklung dari Jawa Barat, dan musik orkestra gamelan yang kompleks dari Jawa dan Bali.
Musik di Indonesia sangat beragam dikarenakan oleh suku-suku di Indonesia yang bermacam-macam, sehingga boleh
dikatakan seluruh 17.508 pulaunya memiliki budaya dan seninya sendiri. Indonesia memiliki ribuan jenis musik, kadang-kadang
diikuti dengan tarian dan pentas. Musik tradisional yang paling banyak digemari dalah gamelan, angklung dan keroncong, sementara musik modern adalah pop dan dangdut.
6. Seni Suara
7. Seni Sastra
Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang
melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah
"Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama
dalam cakupan geografi dan sejarah politik di wilayah tersebut.
Sastra Indonesia sendiri
dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas
dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat
juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa
negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.
8. Makanan
Masakan Indonesia merupakan
pencerminan beragam budaya dan tradisi berasal dari kepulauan
Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau dan memegang
tempat penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum dan hampir seluruh
masakan Indonesia kaya dengan bumbu berasal dari rempah-rempah seperti kemiri, cabai, temu
kunci, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa dan gula
aren dengan diikuti penggunaan
teknik-teknik memasak menurut bahan dan tradisi-adat yang terdapat pula
pengaruh melalui perdagangan yang berasal seperti dari India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa.
Pada dasarnya tidak ada satu
bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada,
keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh Kebudayaan
Indonesia serta pengaruh asing.
9. Film
Era awal perfilman Indonesia
ini diawali dengan berdirinya bioskop pertama di Indonesia pada 5 Desember 1900 di daerah Tanah Abang, Batavia dengan nama Gambar Idoep yang menayangkan berbagai film bisu.
Film pertama yang dibuat
pertama kalinya di Indonesia adalah film
bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng
Kasaroeng dan dibuat oleh
sutradara Belanda G.
Kruger dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan
dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda. Film ini dibuat dengan didukung
oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember 1926 di teater Elite and Majestic Bandung.
Perfilman Indonesia sendiri
memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di negara sendiri pada
tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal. Film-film yang
terkenal pada saat itu antara lain: Catatan
si Boy, Blok M dan masih banyak film lain.
Selain film-film komersil,
juga ada banyak film-film nonkomersil yang berhasil memenangkan
penghargaan di mana-mana. Festival Film Indonesia juga kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun.
2.6.
MANFAAT KERAGAMAN BUDAYA
Keragaman budaya memberikan manfaat bagi bangsa kita. Dalam bidang
bahasa, kebudayaan daerah yang berwujud dalam bahasa daerah dapat memperkaya
perbedaharaan istilah dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, dalam bidang
pariwisata, potensi keberagaman budaya dapat dijadikan objek dan tujuan
pariwisata di Indonesia yang bisa mendatangkan devisa. Pemikiran yang timbul
dari sumber daya manusia di masing-masing daerah dapat pula dijadikan acuan
bagi pembangunan nasional.
2.7. DAMPAK
MASUKNYA BUDAYA ASING DAN HUBUNGAN ANTARBUDAYA
·
Dampak positif
o Adanya alih teknologi
o Kemudahan untuk mendapatkan informasi
o Kebiasaan berkompetisi
·
Dampak negatif
o Sikap individualistis
o Mengabaikan nilai-nilai kekeluargaan
o Konsumerisme terhadap produk-produk luar negeri
·
Hubungan antarbudaya
o Akulturasi
Akulturasi dapat terjadi apabila dua kebudayaan
yang bertemu kemudian berpadu dan menghasilkan suatu kebudayaan baru, namun
tidak menghilangkan unsur-unsur kebudayaan asli.
Contohnya: bangunan masjid Demak yang merupakan
hasil akulturasi budaya Jawa dengan budaya Islam.
o Asimilasi
Serupa dengan akulturasi, asimilasi merupakan
perpaduan dua budaya yang menghasilkan kebudayaan baru. Yang membedakan adalah
pada asimilasi, budaya setempat/ asli biasanya perlahan-lahan hilang dan
digantikan dengan budaya baru yang timbul.
Contohnya: gaya berpakaian wanita Indonesia yang
tadinya berbusana tradisional tergantikan dengan pakaian modern pengaruh dari
Barat.
o Sintesis
Sintesis bisa terjadi apabila hasil perpaduan dua
kebudayaan malah menghasilkan satu kebudayaan baru yang berbeda dengan dua
budaya sebelumnya.
Contohnya: musik rock n roll yang dihasilkan dari
perpaduan musik blues dengan musik country.
o Penetrasi
Penetrasi adalah masuknya suatu kebudayaan dengan
cara paksa atau kekerasan. Biasanya ini berkaitan erat dengan kolonialisme.
Negara penjajah memasukkan budaya mereka pada negara jajahan dengan cara paksa.
Contohnya: pada zaman tanam paksa, masyarakat
Indonesia dipaksa menanam komoditas yang laku di pasarana Eropa walau mereka
tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan hal itu.
2.8.
CARA MENGATASI DAMPAK DARI KERAGAMAN BUDAYA DI
INDONESIA
1.
Terus
menerus sikap mental yang berpartisipasi terhadap pembangunan.
2.
Mengembangkan
Budaya daerah yang luhur dalam rangka membentuk budaya.
3.
Memeratakan
pendidikan dan pengajaran keseluruhan wilayah Indonesia.
4.
Dengan
multikulturalisme yaitu kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan
terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada
dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan,
dan politik yang mereka anut.
5.
Bersikap
Toleransi dan empati antar budaya
2.9.
INTEGRASI NASIONAL
Integrasi artinya pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang utuh
atau bulat. Integrasi bisa terjadi secara horisontal dengan pihak yang
sederajat, ataupun secara vertikal. Pendapat para ahli mengenai integrasi
nasional:
1.
Higgins
Memahami integrasi nasional
dengan melihat proses penyatuan kelompok budaya dan sosial pada satu kesatuan
wilayah dan identitas nasional.
2.
Dr.
Nazaruddin Sjamsuddin
Proses penyatuan suatu bangsa
yang mencakup semua aspek kehidupannya, yaitu aspek sosial, politik, ekonomi
dan budaya.
3.
J.
Soedjati Djiwandono
Cara bagaimana kelestarian
persatuan nasional dalam arti luas dapat didamaikan dengan hak menentukan nasib
sendiri. Hak tersebut perlu dibatasi pada suatu taraf tertentu. Bila tidak,
persatuan nasional akan dibahayakan.
Faktor-faktor
yang memengaruhi integrasi nasional:
1.
Homogenitas
kelompok
Pada kelompok yang kecil
biasanya tingkat kemajemukannya juga relatif kecil, sehingga akan mempercepat
proses integrasi nasional.
2.
Mobilitas
geografis
Faktor geografis memengaruhi
efektifitas dan efesiensi komunikasi. Komunikasi yang berlangsung di dalam
masyarakat akan mempercepat integrasi nasional.
Kata kunci dalam mencapai
integrasi nasional adalah dengan menjaga keselarasan antarbudaya.
Peranan
pemerintah:
1.
Pemerintah
harus mampu melaksanakan sebuah sistem politik nasional yang dapat mengakomodasikan
aspirasi masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
2.
Kemampuan
desentralisasi pemerintah yang diwujudkan dalam agenda otonomi daerah.
3.
Keterbukaan
dan demokratisasi yang bertumpu pada kesamaan hak dan kewajiban warga negara.
Peranan
masyarakat:
1.
Meminimalkan
perbedaan yang ada dan berpijak pada kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh
setiap budaya daerah.
2.
Meminimalkan
setiap potensi konflik yang ada.
2.10. CONTOH
KEBUDAYAAN LOKAL (SUKU BETAWI)
Suku Betawi terdiri dari
beberapa etnis yang bergabung dalam satu daerah sehingga membentuk kebudayaan
sendiri yaitu Budaya Betawi. Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin
antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku
sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan
bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang
atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis
ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu
hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu
dan Tionghoa. Dengan semakin beragamnya etnis di Betawi, maka setiap etnis
biasanya mempengaruhi setiap perayaan etnis Betawi. Seperti budaya penyalaan
petasan, Lenong, Cokek, hingga pakaian pernikahan adat Betawi yang didominasi
warna merah, itu semua dipengaruhi kuat oleh budaya Tionghoa. Kemudian etnis
Arab sangat mempengaruhi musik gambus dalam warna musik marawis dan Tanjidor.
Tanjidor sendiri adalah perpaduan budaya Eropa, Cina, Melayu dan Arab.
Sementara di kampung Tugu terkenal dengan budaya keroncong yang bersal dari
Portugis. Salah satu musik khas dari kesenian Betawi yang paling terkenal
adalah Gambang Kromong, dimana dalam setiap kesempatan perihal Betawi, Gambang
Kromong selalu menjadi tempat yang paling utama.
1.
Sistem Kepercayaan
Sebagian besar Orang Betawi
menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara
suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah
keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16,
Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis yang
membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk
komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada
dan menetap di daerah Kampung
Tugu, Jakarta Utara.
2. Sistem
Kekarabatan
Betawi adalah suku yang
multi-kultural. Termasuk budaya islam yang amat kuat melandaskan kebudayaan
melayu dan betawi. Diketahui pula bahwa islam mengangut sistem kekerabatannya
adalah bilineal atau menarik garis keturunan kepada pihak ayah dan pihak ibu.
Saat melangsungkan adat pernikahan sekalipun tergantung pada kesepakatan kedua
belah pihak, akan menetap secara patriarki atau matriarki. Meskipun secara umum
masyarakat Betawi menyepakati sistem yang patriarki. Sistem kekerabatan
patriarki yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui garis keturunan
laki-laki saja. Karena itu mengakibatkan tiap-tiap individu dalam masyarakat
memasukan semua kaum kerabat ayah dalam hubungan kekerabatannya, sedangkan
semua kaum kerabat ibu diluar garis hubungan kekerabatannya.
3. Sistem Pernikahan
Untuk sampai ke jenjang pernikahan, sepasang muda-mudi betawi (sekarang) biasanya
melalui tingkat pacaran yang disebut berukan. Masa ini dapat diketahui oleh
orangtua kedua belah pihak, tetapi tidak asing kalau orangtua kedua belah pihak
tidak mengetahui anaknya sedang pacaran.
Sistem pernikahan pada
masyarakat Betawi pada dasarnya mengikuti hukum Islam, kepada siapa mereka
boleh atau dilarang mengadakan hubungan perkawinan. Dalam mencari jodoh, baik
pemuda maupun pemudi betawi bebas memilih teman hidup mereka sendiri. Karena
kesempatan untuk bertemu dengan calon kawan hidup itu tidak terbatas dalam
desanya, maka banyak perkawinan pemuda pemudi desa betawi terjadi dengan orang
dari lain desa. Namun demikian, persetujuan orangtua kedua belah pihak sangat
penting, karena orangtualah yang akan membantu terlaksanakannya pernikahan
tersebut.
Biasanya prosedur yang
ditempuh sebelum terlaksananya pernikahan adat adalah dengan perkenalan
langsung antara pemuda dan pemudi. Bila sudah ada kecocokan, orangtua pemuda
lalu melamar ke orangtua si gadis. Masa perkenalan antara pria dan wanita pada
budaya Betawi zaman dulu tidak berlangsung begitu saja atau terjadi dengan
sendirinya. Akan tetapi, diperlukan Mak Comblang seperti Encing atau Encang
(Paman dan bibi) yang akan mengenalkan kedua belah pihak.
Istilah lain yang juga
dikenal dalam masa perkenalan sebelum pernikahan dalam adat Betawi adalah
ngedelengin. Dulu, di daerah tertentu ada kebiasaan menggantungkan sepasang
ikan bandeng di depan rumah seorang gadis bila si gadis ada yang naksir.
Pekerjaan menggantung ikan bandeng ini dilakukan oleh Mak Comblang atas
permintaan orangtua si pemuda. Hal ini merupakan awal dari tugas dan pekerjaan
ngedelengin.
Ngedelengin bisa dilakukan
siapa saja termasuk si jejaka sendiri. Pada sebuah keriaan atau pesta
perkawinan biasanya ada malem mangkat. Keriaan seperti ini melibatkan
partisipasi pemuda. Di sinilah ajang tempat bertemu dan saling kenalan antara
pemuda dan pemudi. Ngedelengin juga bisa dilakukan oleh orangtua walaupun hanya
pada tahap awalnya saja.
Setelah menemukan calon yang disukai, kemudian Mak Comblang mengunjungi rumah si gadis. Setelah melalui obrolan dengan orangtua si gadis, kemudian Mak Comblang memberikan uang sembe (angpaw) kepada si gadis. Kemudian setelah ada kecocokan, sampailah pada penentuan ngelamar. Pada saat itu Mak Comblang menjadi juru bicara perihal kapan dan apa saja yang akan menjadi bawaan ngelamar.
Setelah menemukan calon yang disukai, kemudian Mak Comblang mengunjungi rumah si gadis. Setelah melalui obrolan dengan orangtua si gadis, kemudian Mak Comblang memberikan uang sembe (angpaw) kepada si gadis. Kemudian setelah ada kecocokan, sampailah pada penentuan ngelamar. Pada saat itu Mak Comblang menjadi juru bicara perihal kapan dan apa saja yang akan menjadi bawaan ngelamar.
2. Nglamar
Bagi orang Betawi, ngelamar adalah pernyataan dan
permintaan resmi dari pihak keluarga laki-laki (calon tuan mantu) untuk melamar
wanita (calon none mantu) kepada pihak keluarga wanita. Ketika itu juga
keluarga pihak laki-laki mendapat jawaban persetujuan atau penolakan atas
maksud tersebut. Pada saat melamar itu, ditentukan pula persyaratan untuk
menikah, di antaranya mempelai wanita harus sudah tamat membaca Al Quran. Yang
harus dipersiapkan dalam ngelamar ini adalah:
1. Sirih lamaran
2. Pisang raja
3. Roti tawar
4. Hadiah Pelengkap
5. Para utusan yang tediri atas:
Mak Comblang, Dua pasang wakil orang tua dari calon tuan mantu terdiri dari sepasang wakil
keluarga ibu dan bapak.
3. Bawa tande putus
Tanda putus bisa berupa
apa saja. Tetapi biasanya pelamar dalam adat betawi memberikan bentuk cincin
belah rotan sebagai tanda putus. Tande putus artinya bahwa none calon mantu
telah terikat dan tidak lagi dapat diganggu gugat oleh pihak lain walaupun
pelaksanaan tande putus dilakukan jauh sebelum pelaksanaan acara akad nikah.
Masyarakat Betawi
biasanya melaksanakan acara ngelamar pada hari Rabu dan acara bawa tande putus
dilakukan hari yang sama seminggu sesudahnya. Pada acara ini utusan yang datang
menemui keluarga calon none mantu adalah orang-orang dari keluarga yang sudah
ditunjuk dan diberi kepercayaan. Pada acara ini dibicarakan:
1. apa cingkrem (mahar)
yang diminta
2. nilai uang yang diperlukan untuk resepsi pernikahan
3. apa kekudang yang diminta
2. nilai uang yang diperlukan untuk resepsi pernikahan
3. apa kekudang yang diminta
4. pelangke atau pelangkah
kalau ada abang atau empok yanng dilangkahi
5. berapa lama pesta
dilaksanakan
6. berapa perangkat pakaian
upacara perkawinan yang digunakan calon none mantu pada acara resepsi
7. siapa dan berapa
banyak undangan.
4. Akad Nikah
Sebelum diadakan akad
nikah secara adat, terlebih dahulu harus dilakukan rangkaian pra-akad nikah
yang terdiri dari:
1. Masa dipiare, yaitu masa calon none mantu dipelihara oleh tukang piara atau tukang
rias. Masa piara ini dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan, kesehatan, dan
memelihara kecantikan calon none mantu untuk menghadapi hari akad nikah nanti.
2.
Acara mandiin calon pengatin wanita yang dilakukan
sehari sebelum akad nikah. Biasanya, sebelum acara siraman dimulai, mempelai
wanita dipingit dulu selama sebulan oleh dukun manten atau tukang kembang. Pada
masa pingitan itu, mempelai wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar
pernikahannya kelak berjalan lancar.
3.
Acara tangas
atau acara kum. Acara ini identik dengan mandi uap yang tujuanya untuk
membersihkan bekas-bekas atau sisa-sisa lulur yang masih tertinggal. Pada
prosesi itu, mempelai wanita duduk di atas bangku yang di bawahnya terdapat air
godokan rempah-rempah atau akar pohon Betawi. Hal tersebut dilakukan selama 30
menit sampai mempelai wanita mengeluarkan keringat yang memiliki wangi rempah,
dan wajahnya pun menjadi lebih cantik dari biasanya.
4.
Acara ngerik atau malem pacar. Dilakukan prosesi
potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan menggunakan uang logam yang
diapit lalu digunting. Selanjutnya melakukan malam pacar, di mana mempelai
memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.
Setelah rangkaian tersebut
dilaksanakan, masuklah pada pelaksanaan akad nikah. Pada saat ini, calon tuan
mantu berangkat menunju rumah calon none mantu dengan membawa rombongannya yang
disebut rudat. Pada prosesi akad nikah, mempelai pria dan keluarganya
mendatangi kediaman mempelai wanita dengan menggunakan andong atau delman hias.
Kedatangan mempelai pria dan keluarganya tersebut ditandai dengan petasan
sebagai sambutan atas kedatangan mereka. Barang yang dibawa pada akad nikah
tersebut antara lain:
1. sirih nanas lamaran
2. sirih nanas hiasan
3. mas kawin
4. miniatur masjid yang
berisi uang belanja
5. sepasang roti buaya
6. sie atau kotak
berornamen Cina untuk tempat sayur dan telor asin
7. jung
atau perahu cina yang menggambarkan arungan bahtera rumah tangga
8. hadiah pelengkap
9. kue penganten
10. kekudang artinya suatu barang atau makanan atau
apa saja yang sangat disenangi oleh none calon mantu sejak kecil sampai dewasa.
Pada prosesi ini
mempelai pria betawi tidak boleh sembarangan memasuki kediaman mempelai wanita.
Maka, kedua belah pihak memiliki jagoan-jagoan untuk bertanding, yang dalam
upacara adat dinamakan “Buka Palang Pintu”. Pada prosesi tersebut, terjadi
dialog antara jagoan pria dan jagoan wanita, kemudian ditandai pertandingan
silat serta dilantunkan tembang Zike atau lantunan ayat-ayat Al Quran. Semua
itu merupakan syarat di mana akhirnya mempelai pria diperbolehkan masuk untuk
menemui orang tua mempelai wanita.
Pada saat akad nikah, mempelai wanita Betawi memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Kemudian pada dahi mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit yang menandakan bahwa ia masih gadis saat menikah.
Sementara itu, mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, hem, jas, serta kopiah, ditambah baju gamis berupa jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai. Jubah, baju gamis, dan selendang yang memanjang dari kiri ke kanan serta topi model Alpie menjadi tanda haraan agar rumah tangga selalu rukun dan damai.
Pada saat akad nikah, mempelai wanita Betawi memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Kemudian pada dahi mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit yang menandakan bahwa ia masih gadis saat menikah.
Sementara itu, mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, hem, jas, serta kopiah, ditambah baju gamis berupa jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai. Jubah, baju gamis, dan selendang yang memanjang dari kiri ke kanan serta topi model Alpie menjadi tanda haraan agar rumah tangga selalu rukun dan damai.
Setelah upacara
pemberian seserahan dan akad nikah, mempelai pria membuka cadar yang menutupi
wajah pengantin wanita untuk memastikan apakah benar pengantin tersebut adalah
dambaan hatinya atau wanita pilihannya. Kemudian mempelai wanita mencium tangan
mempelai pria. Selanjutnya, keduanya diperbolehkan duduk bersanding di
pelaminan (puade). Pada saat inilah dimulai rangkaian acara yang dkenal dengan
acara kebesaran. Adapun upacara tersebut ditandai dengan tarian kembang Jakarta
untuk menghibur kedua mempelai, lalu disusul dengan pembacaan doa yang berisi
wejangan untuk kedua mempelai dan keluarga kedua belah pihak yang tengah
berbahagia.
5. Acare Negor
Sehari setelah akad
nikah, Tuan Penganten diperbolehkan nginep di rumah None Penganten. Meskipun
nginep, Tuan Penganten tidak diperbolehkan untuk kumpul sebagaimana layaknya
suami-istri. None penganten harus mampu memperthankan kesuciannya selama
mungkin. Bahkan untuk melayani berbicara pun, None penganten harus menjaga
gengsi dan jual mahal. Meski begitu, kewajibannya sebagai istri harus
dijalankan dengan baik seperti melayani suami untuk makan, minum, dan
menyiapkan peralatan mandi.
Untuk menghadapi sikap none penganten tersebut, tuan penganten menggunakan strategi yaitu dengan mengungkapkan kata-kata yang indah dan juga memberikan uang tegor. Uang tegor ini diberikan tidak secara langsung tetapi diselipkan atau diletakkan di bawah taplak meja atau di bawah tatakan gelas.
Untuk menghadapi sikap none penganten tersebut, tuan penganten menggunakan strategi yaitu dengan mengungkapkan kata-kata yang indah dan juga memberikan uang tegor. Uang tegor ini diberikan tidak secara langsung tetapi diselipkan atau diletakkan di bawah taplak meja atau di bawah tatakan gelas.
6. Pulang Tige Ari
Acara ini berlangsung
setelah tuan raje muda bermalam beberapa hari di rumah none penganten. Di
antara mereka telah terjalin komunikasi yang harmonis. Sebagai tanda
kegembiraan dari orangtua Tuan Raje Mude bahwa anaknya memperoleh seorang gadis
yang terpelihara kesuciannya, maka keluarga tuan raje mude akan mengirimkan
bahan-bahan pembuat lakse penganten kepada keluarga none mantu.
Adat Menetap setelah
Menikah
Dalam masyarakat dan
kebudayaan Betawi, adat tidak menentukan di lingkungan mana pengantin baru itu
harus tinggal menetap. Pengantin baru diberi kebebasan memilih di mana mereka
akan menetap. Walaupun pada masyarakat dan kebudayaan Betawi berlaku pola
menetap yang ambilokal atau utrolokal, tetapi ada kecenderungan pada pola
menetap yamg matrilokal atau unorilokal dewasa ini.
4. Sistem
Mata Pencaharian
Di Jakarta, orang Betawi sekarang sebagai hasil asimilasi
antar suku bangsa, sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa
profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Semisal di
kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani
kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak
menjadi guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll.
Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan
pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
Kampung yang sekarang lebih
dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah. Kampung
Kemandoran di mana tanah tidak sesubur Kemanggisan. Mandor, bek, jagoan silat
banyak di jumpai disana semisal Ji'ih teman seperjuangan Pitung dari
Rawabelong. Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak
zaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan.
Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.
Warga Tebet aslinya adalah
orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat itu program Ganefo yang
dicetuskan oleh Bung Karno menyebabkan warga Betawi eksodus ke Tebet dan
sekitarnya untuk "terpaksa" memuluskan pembuatan kompleks olahraga
Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang ini. Karena salah satu asal-muasal
berkembangnya suku Betawi adalah dari asimilasi (orang Nusantara, Tionghoa,
India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum
disesuaikan pada cara pandang etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.
5. Sistem
Bahasa
Sifat campur-aduk dalam
dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang
merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari
daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Ada juga yang berpendapat
bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan
sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan
Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan
ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran
kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah
menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian
dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang
digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang
tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan
menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian,
masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam
bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang
berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir
menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang
digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di
perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris. Meskipun bahasa formal yang digunakan
di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan
sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Dialek Betawi sendiri
terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan dialek Betawi pinggir.
Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi "é" sedangkan dialek Betawi
pinggir adalah "a". Dialek Betawi pusat atau tengah seringkali
dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena berasal dari tempat bermulanya
kota Jakarta, yakni daerah perkampungan Betawi di sekitar Jakarta Kota, Sawah
Besar, Tugu, Cilincing, Kemayoran, Senen, Kramat, hingga batas paling selatan
di Meester (Jatinegara). Dialek Betawi pinggiran mulai dari Jatinegara ke
Selatan, Condet, Jagakarsa, Depok, Rawa Belong, Ciputat hingga ke pinggir
selatan hingga Jawa Barat. Contoh penutur dialek Betawi tengah adalah Benyamin
S., Ida Royani dan Aminah Cendrakasih, karena mereka memang berasal dari daerah
Kemayoran dan Kramat Sentiong. Sedangkan contoh penutur dialek Betawi pinggiran
adalah Mandra dan Pak Tile. Contoh paling jelas adalah saat mereka mengucapkan
kenape/kenapa'' (mengapa). Dialek Betawi tengah jelas menyebutkan
"é", sedangkan Betawi pinggir bernada "a" keras mati seperti
"ain" mati dalam cara baca mengaji Al Quran.
6. Sistem
Seni dan Kebudayaan
Seni dan Budaya asli
Penduduk Jakarta atau Betawi dapat dilihat dari temuan arkeologis, semisal
giwang-giwang yang ditemukan dalam penggalian di Babelan, Kabupaten Bekasi yang
berasal dari abad ke 11 masehi. Selain itu budaya Betawi juga terjadi dari proses
campuran budaya antara suku asli dengan dari beragam etnis pendatang atau yang
biasa dikenal dengan istilah Mestizo . Sejak zaman dahulu, wilayah bekas kerajaan
Salakanagara atau kemudian dikenal dengan "Kalapa" (Sekarang Jakarta) merupakan wilayah yang menarik pendatang dari
dalam dan luar Nusantara, Percampuran budaya juga datang pada masa Kepemimpinan
Raja Pajajaran, Prabu Surawisesa dimana Prabu Surawisesa mengadakan perjanjian
dengan Portugal dan dari hasil percampuran budaya antara Penduduk asli dan
Portugal inilah lahir Keroncong Tugu.
Suku-suku yang mendiami
Jakarta sekarang antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi
juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Suku Betawi sebagai penduduk
asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari
Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya
lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi,
didirikanlah cagar
budaya di Situ Babakan.
a.
Musik
Dalam bidang kesenian,
misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni
musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Betawi juga memiliki lagu tradisional seperti
"Kicir-kicir".
b. Gambang Kromong
Kesenian musik ini merupakan
perpaduan dari kesenian musik setempat dengan Cina. Hal ini dapat dilihat dari
instrumen musik yang digunakan, seperti alat musik gesek dari Cina yang bernama
Kongahyan, Tehyan dan Sukong. Sementara alat musik Betawi antara lain; gambang,
kromong, kemor, kecrek, gendang kempul dan gong. Kesenian Gambang Kromong
berkembang pada abad 18, khususnya di sekitaran daerah Tangerang. Bermula dari
sekelompok grup musik yang dimainkan oleh beberapa orang pekerja pribumi di
perkebunan milik Nie Hu Kong yang berkolaborasi dengan dua orang wanita
perantauan Cina yang baru tiba dengan membawa Tehyan dan Kongahyan.Pada awalnya
lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu Cina, pada istilah sekarang lagu-lagu
klasik semacam ini disebut Phobin. Lagu Gambang Kromong muatan lokal yang masih
kental unsur klasiknya bisa didengarkan lewat lagu Jali-Jali Bunga Siantan,
Cente Manis, dan Renggong Buyut. Pada tahun 70an Gambang Kromong sempat
terdongkrak keberadaannya lewat sentuhan kreativitas "Panjak" Betawi
legendaris "Si Macan Kemayoran", Almarhum H. Benyamin Syueb bin
Ji'ung. Dengan sentuhan berbagai aliran musik yang ada, jadilah Gambang Kromong
seperti yang kita dengar sekarang. Hampir di tiap hajatan atau
"kriya'an" yang ada di tiap kampung Betawi, mencantumkan Gambang
Kromong sebagai menu hidangan musik yanh paling utama. Seniman Gambang Kromong
yang dikenal selain H. Benyamin Syueb adalah Nirin Kumpul, H. Jayadi dan bapak
Nya'at.
c. Seni Tari
Seni tari di Jakarta
merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya.
Contohnya tari Topeng Betawi, Yapong yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di
Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum
penari khas pemain Opera
Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling
dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi
yang dinamis.
· Tari Topeng Betawi
Tarian betawi yang cukup lama dikenal masyarakat
adalah Tari Topeng Betawi. Dalam Tari Topeng Betawi, Anda dapat melihat tiga
unsur seni sekaligus. Yaitu tari, teater dan musik. Musik pengiring Tari Topeng
Betawi banyak sekali. Topeng Betawi tumbuh dan berkembang di pinggir-pinggir
Jakarta. Biasanya digelar saat ada pernikahan, acara sunatan dan membayar
nazar. Dalam Topeng Betawi, para penari memakai topeng dan bercerita lewat seni
gerak. Kini tari Topeng Betawi sudah banyak dikreasikan. Sehingga Tarian Betawi
pun semakin beragam.
· Tari Lenggang Nyai
Adalah Wiwik Widiastuti yang mengembangkan
Tarian Lenggang Nyai ini. Atau lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Tari
Lenggang Betawi. Wiwik sendiri bukan orang Betawi asli, ia adalah orang
Yogyakarta. Namun kecintaannya kepada budaya dan tarian betawi, membuat Wiwik
menciptakan kreasi Tari Lenggang Betawi ini. Dalam tarian ini dapat melihat ada
unsur tanjidor dan tari topeng yang kental sekali. Tarian Betawi Lenggang Nyai
ini bercerita tentang Nyai Dasima yang berhasil membebaskan diri dari
pemaksaan. Nyai Dasima pun mampu menentukan arah dan pilihan hidupnya.
Masih banyak lagi budaya budaya yang ada di
betawi. Sebagai generasi muda seharusnya kita bisa melestarikan budaya budaya
yang sudah ada sejak dulu. Oleh karena itu mulai tanamkan lah dari sekarang
bahwa budaya itu harus dilestarikan agar tidak punah.
· Tari Japin
Tari Japin sebenarnya adalah tari Zapin.
Kebiasaan orang betawi menyebut Z dengan huruf J membuat nama tarian ini secara
otomatis berubah menjadi Japin. Tarian ini sudah tersebar dimana-mana. Tarian
ini mendapat pengaruh besar dari budaya Arab.Yang membedakan tarian betawi
Japin dengan Zapin pada umumnya adalah musik pengiringnya. Tari Japin
menggunakan musik-musik lagu betawi seperti gambus. Tari Zapin ditarikan secara
melompat-lompat sambil memukul sebuah kendang rebana kecil. Memukulnya pun
serentak dengan gerakan yang menghentak. Melihat tarian betawi ini memberikan
nuansa riang. Tari Japin Betawi biasanya berpasang-pasangan antara perempuan
dan lelaki.
· Tari Cokek Betawi
Tarian betawi yang satu ini dibawa oleh para
cukong atau tuan tanah peranakan tionghoa yang kaya raya. Dulu mereka merawat
penari cokek dan pemain-pemain Gambang Kromong. Tarian cokek ini diiringi oleh
musik Gambang Kromong dan sering ditampilkan dalam acara-acara yang diadakan
oleh Tuan Tanah. Oleh karena itu, tarian dan pakaian tari Cokek Betawi agak
mirip dengan tarian-tarian di Cina.
Seiring berkembangnya zaman, tuan tanah yang mau menampung hidup penari cokek dan Gambang Kromong pun berkurang. Alhasil sedikit sekali yang mau melestarikan tarian betawi ini. Tari cokek agak mirip dengan ngibing. Ciri khasnya yang lain adalah goyang pinggul yang geal-geol.
Seiring berkembangnya zaman, tuan tanah yang mau menampung hidup penari cokek dan Gambang Kromong pun berkurang. Alhasil sedikit sekali yang mau melestarikan tarian betawi ini. Tari cokek agak mirip dengan ngibing. Ciri khasnya yang lain adalah goyang pinggul yang geal-geol.
d.
Drama
Drama tradisional Betawi antara lain Lenong dan Tonil. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan
kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan
lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan
penonton.
e. Cerita Rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain
cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau si jampang yang
mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang
dikenal "keras". Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan,
juga dikenal cerita Nyai
Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. cerita
lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya. Ceria lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya.
f.
Senjata
Tradisional
Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok yang
bersarungkan terbuat dari kayu.
g. Rumah tradisional
h. Makanan
Jakarta memiliki beragam masakan khas sebagai
kekayaan kuliner Indonesia. Sebagai kota metropolitan Jakarta banyak
menyediakan makanan khas. Salah satu ciri dari makanan khas Jakarta adalah
memiliki rasa yang gurih. Makanan-makanan khas dari Betawi / Jakarta di
antaranya adalah: Masakan khas Betawi: gabus pucung, sayur babanci, sayur godog, soto betawi, ayam sampyok, asinan betawi dll. Kue-kue khas Betawi: kue cucur, kue rangi, kue talam, kue kelen, kue kembang goyang, kerak telor, sengkulun, putu mayang, andepite, kue
ape, kue cente manis, kue pepe, kue dongkal, kue geplak, dodol betawi, roti buaya dll. Minuman Khas Betawi: es selendang mayang, es goyang, bir
pletok dll.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Keanekaragaman budaya jangan dijadikan sebagai
perbedaan, tetapi hendaknya dijadikan sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Kita
selaku bangsa Indonesia mempunyai kewajiban untuk selalu melestarikan
kebudayaan yang beraneka ragam tersebut. Di samping itu, dengan mendalami
kebudayaan yang beraneka ragam tersebut, wawasan kita akan bertambah sehingga
kita tidak akan menjadi bangsa yang kurang akan ilmu pengetahuan mengenai
kebudayaan bangsa sendiri. Kita dapat menjadi bangsa yang mau dan mampu
menghargai kekayaan yang kita miliki, yang berupa keanekaragaman kebudayaan
tersebut.
3.2
SARAN
Sikap saling menghormati budaya perlu dikembangkan agar kebudayaan
kita yang terkenal tinggi nilainya itu tetap lestari, tidak terkena arus yang
datang dari luar. Melestarikan kebudayaan nasional harus didasari dengan rasa
kesadaran yang tinggi tanpa adanya paksaan dari siapapun. Dalam rangka
pembinaan kebudayaan nasional, kebudayaan daerah perlu juga kita kembangkan,
karena kebudayaan daerah mempunyai kedudukan yang sangat penting. Untuk
menyikapi keberagaman yang ada kita harus saling menghormati antara satu dengan
yang lain agar tercipta kedamaian, tidak ada perpecahan di antara kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar